Wednesday, May 21, 2025
spot_img
HomeKulturalMelihat Lebih Dekat Penyelamatan Waruga di Wanua Ure Lotta

Melihat Lebih Dekat Penyelamatan Waruga di Wanua Ure Lotta

“Ari Pe’to”
“Tuama”
Begitu pekikan Tonaas Rinto Taroreh yang disambut teriakan rekan-rekannya ketika mengangkat batu penutup waruga. Selain sebagai aba-aba, seruan ini berguna mendorong semangat mereka saat hendak menempatkannya pada bagian atas badan waruga. Batu berbentuk segitiga itu diikat pada bambu lalu dipikul. Bobotnya cukup berat sehingga butuh kehatian-hatian, baru akhirnya bisa meletakkannya.

Waruga ini belum lama ditemukan di kompleks Wanua Ure Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa. Waruga tersebut menjadi salah satu dari sekian waruga di sekitar wilayah itu yang sebelumnya sudah diperbaiki dan ditata kembali. Mereka mendapati waruga yang satu ini tertimbun dalam tanah. Posisinya tepat dimana waruga itu berdiri. Untuk menariknya ke permukaan, mereka telah melakukannya selama beberapa hari. Hingga, Rabu (12/3/2025), tinggal menaruh batu penutupnya. Selanjutnya, dilakukan pembersihan di area sekitar waruga, meratakan gundukan tanah dan siap dipugar agar terlihat lebih bagus.

Kegiatan ini disebut pegiat budaya Rinto Taroreh sebagai ‘Winangun Waruga’. Adalah upaya untuk memperbaiki waruga. Dijelaskannya, sekitar tahun 1970 dan 1980, pernah terjadi penjarahan waruga-waruga dengan mengambil isi di dalamnya yang kemudian menimbulkan kerusakan-kerusakan. “Waruga ini kan (yang baru ditemukan, red) posisinya di bawah. Sebagian masih tertimbun tanah. Jadi minggu ini telah diadakan upaya untuk penyelamatan waruga. Upaya-upaya mandiri berbagai komunitas. Torang datang di sini sama-sama mengangkat ini waruga,” ungkap Rinto.

Waruga ini penting bagi Taroreh, sebagai penanda Minahasa yang menjadi warisan leluhur. Bukan saja hanya sekedar kubur tapi waruga sebagai penanda peradaban di masa lalu. “Waruga ini penanda peradaban orang tua di masa lalu, di sini sarat dengan makna nilai,” jelasnya.

Ragam komunitas pegiat budaya datang dari sejumlah daerah. Mereka tergerak untuk bisa sama-sama memperbaiki waruga tersebut sebagai upaya penyelamatan. Baik dari Tomohon, Bitung, Minahasa Utara, Manado dan masih banyak lagi. Terkait upaya perbaikan waruga seperti ini, Rinto berpesan, tidak harus menunggu siapa yang akan memperbaikinya termasuk pemerintah. Partisipasi masyarakat terutama pegiat budaya yang perlu melakukannya. “Penyelamatan situs waruga ini kalau bukan kita siapa lagi. Kalau nda torang hari ini siapa lagi. Kita jangan menunggu. Kalau torang mo baku tunggu yang dari mana atau dari pemerintah, pemerintah sendiri kan banyak kerja. Jadi mulai jo dari torang, karena ini torang pe leluhur, mulai jo dari torang mo jaga ini waruga,” ungkap Taroreh.

Belarmino Marsiano mengatakan, proses mengatur waruga ini memang sudah lama direncanakan. Menariknya bagi dia, banyak pemuda-pemuda adat dari kampung-kampung yang terlibat. Ternyata menurutnya, masih ada anak-anak muda di Minahasa yang menaruh perhatian lebih terhadap peninggalan-peninggalan warisan-warisan leluhur Minahasa ini. “Yang justru menurut kami pemuda adat, harus diperhatikan secara khusus partisipasi anak muda, terlebih dalam pelestarian situs-situs sejarah dan budaya di Minahasa,” ujar Belarmino pegiat budaya yang juga terlibat langsung dalam proses memperbaiki waruga tersebut.

Perbaikan waruga ini dilakukan komunitas adat di Warembungan yakni Waraney Wuaya yang secara historis kultural penduduknya berasal dari Wanua Ure Lotta. Kemudian didukung banyak komunitas lainnya dari Tou Muung Waya Tomohon, Komunitas adat di Desa Kemah Minahasa Utara, Siow Pasiowan Woloan, komunitas adat Kanonang, Minahasa. “Yang banyak hadir itu teman-teman yang digerakkan secara pribadi, yang datang ikut mendukung dan berpartisipasi aktif dalam proses baator ini,” jelasnya.

Bagi Belarmino, waruga ini penting menjadi penanda peradaban. Waruga sebagai pengingat adanya hubungan kehidupan leluhur kita yang ditandai dengan adanya waruga. “Penanda adanya hubungan kehidupan dan keberlangsungan dari leluhur sampai ke kehidupan kita saat ini. Sehingga waruga-waruga yang ada, mungkin sudah hancur, tinggal puing ada yang masih utuh, itu harus tetap dilestarikan dijaga oleh teman-teman. Terlebih generasi-generasi muda saat ini,” tuturnya.

Kegiatan menata, memperbaiki waruga telah dilakukan selama bertahun-tahun secara swadaya oleh Waraney Wuaya yang didukung komunitas pegiat budaya lainnya. Itu diakui Eka Egeten dari Mawale Movement yang turut terlibat menyaksikan aksi-aksi mereka dalam penyelamatan situs budaya di Minahasa khususnya waruga. Harapannya, semangat menjaga warisan peninggalan leluhur bisa semakin menyebar ke lebih banyak lagi orang dan diwariskan pada generasi selanjutnya. “Ari Pe’to itu sebagai aba-aba tapi juga supaya mereka bisa semangat untuk mengangkat waruga itu. Nah, harapannya akan semakin banyak lagi orang-orang yang bersemangat dan mau peduli dengan keberadaan situs budaya dan sejarah kita, khususnya orang Minahasa karena ini menjadi penanda peradaban kita,” harap Eka. (arfin tompodung)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments