Thursday, November 13, 2025
spot_img
HomePolitikMencuat di Hearing DPRD Sulut, Dedy Tiho: IPL Citraland Tertinggi

Mencuat di Hearing DPRD Sulut, Dedy Tiho: IPL Citraland Tertinggi

Manado, MKS

Kritik terhadap kenaikan sepihak Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) perumahan Citraland, mencuat dalam hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), Senin (20/10/2025), di ruang rapat Komisi III DPRD Sulut. Ketika itu warga penghuni Citraland menilai IPL Citraland tertinggi dibandingkan perumahan lain di Manado.

Pernyataan tersebut disampaikan Dedy Santo Tiho selaku anggota Komunitas Peduli Bersatu Citraland Manado–Minahasa. Pengusaha Dream Photo Video Kawasan Megamas ini mengatakan, pihaknya telah melakukan perbandingan tarif IPL dengan berbagai perumahan besar lainnya di Kota Manado.

 “Yang menunjukkan bahwa tarif IPL Citraland adalah yang paling tinggi, meskipun fasilitas dan layanan tidak berbeda signifikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar perhitungan dan transparansi dana pengelolaan,” kata Dedy dalam RDP yang dipimpin Waki Ketua DPRD Sulut Royke Anter.

Dirinya pula memperlihatkan data perbandingan dengan perumahan yang lain di Manado. Dalam lampiran yang ditunjukkannya, perumahan Citraland dengan luas tanah 120 m2 memiliki IPL sebesar Rp429.000, Grand Kawanua untuk luas tanah 112 m2 IPL sebesar Rp257.000, Holland Village luas tanah 120 m2 sebesar Rp389.000, Taman Sari luas tanah 180 m2 untuk pembayaran sembilan bulan Rp453.000 dan untuk kawasan Megamas IPL tidak pernah naik selama lima tahun.

“Manajemen beralasan bahwa kenaikan dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian dan adanya kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi). Namun kami membawa data pembanding dari kawasan bisnis Megamas, di mana selama lima tahun terakhir tidak terjadi kenaikan biaya pengelolaan, meskipun faktor ekonomi sama-sama terdampak. Di kawasan bisnis saja tidak naik, masakkan ini di rumah kami sendiri naik,” tegasnya.

Lanjutnya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, setiap keputusan yang menyangkut biaya pengelolaan wajib melibatkan warga atau perwakilan penghuni dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, keputusan sepihak tanpa musyawarah adalah bentuk pelanggaran terhadap asas keterbukaan dan partisipasi warga.

“Sebagai bentuk itikad baik, warga tetap membayar tagihan air, namun menangguhkan pembayaran IPL sampai adanya kejelasan, transparansi dan keputusan bersama yang disepakati. Kami menolak segala bentuk tekanan atau tindakan pemutusan layanan air sebagai bentuk intimidasi terhadap warga. Sistem air dan IPL dapat diatur terpisah, sehingga dalih teknis tidak dapat dijadikan alasan untuk menekan warga,” ujarnya.

Ia menegaskan, setiap tindakan sewenang-wenang akan memiliki konsekuensi hukum dan pihaknya berharap manajemen bertindak bijak serta tidak berlindung di balik keputusan direksi. “Ingatlah, keputusan yang diambil manajemen menyangkut kehidupan banyak orang, dan pada akhirnya merupakan tanggung jawab moral di hadapan Tuhan,” tuturnya. (arfin)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments