Manado, MKS
Rintih tenaga medis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Dr Kandou sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut). Pembayaran remunerasi yang bermasalah jadi salah satu aspirasi.
Problem tersebut mencuat dalam hearing antara Komisi IV DPRD Sulut bersama dengan RSUP Kandou, Senin (16/12/2024), di ruang rapat komisi II DPRD Sulut. Turut hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) tersebut Ketua DPRD Sulut Fransiskus Andi Silangen dan Wakil Ketua DPRD Sulut Stela Runtuwene yang juga koordinator Komisi IV.
Dalam aspirasi yang disampaikan Dr dr Erling David Kaunang SpA(K), FISQua, CHRA, MQM selaku perwakilan dokter-dokter yang bertugas di RSUP Kandou dan ketua komite medik mengungkapkan, pemberian remunerasi untuk staf medis yakni dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, kemudian perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya yang berada di RSUP Prof Kandou Manado yang selama ini sudah sesuai pada bulan terakhir ini mengalami gejolak. Remunerasi bulan September 2024 yang seharusnya dibayarkan pada tanggal 15 Oktober 2024 tertunda pembayarannya sampai 31 Oktober 2024. Insan Kesehatan RSUP Kandou awalnya berharap walaupun remunerasi yang dibayarkan tertunda waktunya asalkan nilai nominalnya naik dan tentunya sesuai dengan regulasi yang berlaku. “Namun pada kenyataannya remunerasi yang dibayarkan pada akhir bulan Oktober tersebut anjlok, rata-rata turun 50-80 persen dari remunerasi yang diperoleh dari bulan-bulan sebelumnya,” tegas Kaunang.
Lanjutnya, sudah ada rapat dengan Pelaksana Direktur Utama namun dalam penjelasan tidak transparansi, tidak sesuai regulasi. “Dan tidak dapat memberikan penjelasan dengan cara simulasi,” ujarnya lagi.
Ketua DPRD Sulut, Fransiskus Andi Silangen memberikan tanggapan terkait dengan persoalan tersebut. Menurutnya, DPRD Sulut memang punya tugas untuk menidaklanjuti semua aspirasi yang berasal dari masyarakat. Terlebih hal ini juga akan mempengaruhi kinerja dari RSUP Kandou. “Kalau saya lihat kronologi penyampaian aspirasi ini, sebenarnya sudah tersistem dengan baik, yang ingin saya tanyakan sistem ini sudah berjalan berapa lama? Artinya kalau sistim ini sudah berjalan dengan baik, diperbaiki bukan makin lebih jelek, harus lebih baik. Logikanya begitu kan,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Sebenarnya menurut dia, ini sesuatu tugas manajerial yang gampang. Perlu ada keterbukaan, transparansi dengan teman-teman sejawat yang melaksanakan tugas. ”Mereka ini yang berhadapan langsung dengan pasien sehingga yang menjadi hak mereka sepertinya tidak diberikan dengan baik, saya kira kalau sistemnya sudah baik, saya kira lebih gampang. Kenapa ada perubahan ini bukannya lebih baik namun justru ada gejolak,” ucapnya.
Stela Runtuwene mempertanyakan mengapa sampai pembayaran terlambat 2 bulan bahkan berjalan 3 bulan. Dirinya mempertanyakan, bentuk transparansi keuangan dari RSUP Kandou. ”Karena kalau mereka bekerja untuk menolong pasien sedangkan mereka tidak bisa menolong keluarganya sendiri dari segi untuk dapurnya sendiri, bagaimana dia bisa dengan ketulusan hati memnbantu pasien itu sendiri,” ucap Stela.
Pihak RSUP Kandou menjelaskan, ada aturan pembayaran yang terbit tahun 2023. Kemudian pada bulan September 2024 keluar peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Kementerian Kesehatan. Mereka sudah dianjurkan untuk membayar sesuai dengan aturan yang baru. “Jadi ini ada di transisi. Ketika saya yang mengelola ini, harus ada BAHP dulu dari BPJS itu, BAHP itu 20 hari kerja setelah klaim. Di situ akan terlihat berapa yang layak bayar, berapa yang pending dan tidak layak bayar. Uang yang masuk adalah yang layak bayar. Ada yang belum terbayar karena BPJS masih pending,” terang pihak RSUP Kandou. (at)